Senin, 08 Oktober 2012


SEJARAH LIBYA dan TURKI
(Muammar Qadhafi dan Kamal Attaturk)



Di antara beberapa negara Afrika Utara yang mengalami pedihnya cengkraman imperialisme Barat adalah Libya. Negara ini mengalami perlakuan imperialis yang brutal di bawah dominasi asing, sebelum mencapai kemerdekaan pada 24 Desember 1951, negeri ini mengalami beberapa kali hidup di bawah negara penjajah. Selama tiga dekade, libya mengalami penjajahan dibawah Italia, dan hampir satu dekade admistrsi Libya diatur oleh Prancis dan Inggris. Pada saat itu Libya terbagi kedalam tiga federasi dengan tiga pemerintahan propinsi luas lilayah 1.768.000 kilometer persegi, dengan populasi 2,5 juta jiwa. Propinsi-propinsi tersebut adalah Cyrenaica, di bagian timur, yang beribukota Benghazi, Tripoli di barat dengan Tripoli sebagai ibukota, dan Fezzan di selatan.  Keadaan Libya pada tahun 1951 sangat miskin. Libya merupakan negara yang underdeveloped,dan mempunyai tingkat ketergantungan sangat tinggi kepada bantuan Barat, terutama kepada Amerika Serikat dan Inggris, yang menempatkan  camp militer disana.

Raja Muhammad Idris, cucu dari pendiri tarakat Sufi Sanusiya, menjalankan pemerintahan yang tidak efektif, bahkan ceroboh. Selama berkuasa 17 tahun, rezimnya hanya dihiasi oleh instabilitas sosial, konflik kesukuan dan persaingan politik. Selama waktu itu pula dia telah membongkar pasang kabinetnya sebanyak tuhuh kali. Sebab yang menicu terjadinya instabilitas tersebut adalah persaingan antara kabinet dengan eksekutif. Raja sendiri cenderung lebih mengutamakan kepentingan keluaraganya dan wibawa kelompok keagamaan serta kepentinghanh basis kekuasaannya di cyrenaica dibandingkan pembelaannya terhadap rakyat banyak. Tetapi ia berhasil membuat prestasi besar bagi Libya mempersatukan tiga federasi tersebut kedalam negara kesatuan pada tahun 1963.
Dalam pengaruh kekuatan asing, Raja Idris tidak mendukung perjuangan Arab secara langsung, bahkan ia justru lebih akrab dengan Barat, terutama Inggris dan Amerika. Dia melakukan hal itu karena ia takut imbas dari gerakan revolusi dan pemikiran radikal yang menghantarkan Mesir pada revolusi pada tahun 1952. Bila itu terjadi, sudah barang tentu posisi kekuasaannya terancam. Sebelum revolusi, masyarakat Libya merupaka suku-suku yang berwawasan sempit.

Oleh karena itu, semua bentuk partisipasi publik tidak berdasarkan kepentingan rakyat banyak, tetapi berdasarka kepintingan pribadi, kelompok, keluarga atau suku. Hal yang lebih memperparah keburukan sistem kerajaan ini adalah korupsi yang sama sekali tak terkontrol, nepotisme, penyimpangan administrasi dan penyelewengan fiskal. Sembilan puluh persen wiyah Libya merupakan padang pasir. Fakta tersebut ditunjukkan oleh sedikitnya sumber air dan tidak dapat dilaksanakannya sistem irigasi, sehingga hanya satu persen dari wilayah teritorialnya yang dapat digarap dengan baik.

Sumber kekayaan Libya sebelum ditemukannya minyak hanyalah dari pertanian dan peternakan. Rata-rata pendapatan perkapita negara mencapai 30 dolar pertahun. Keadaan seperi itu berubah secara dramatis pada saat ditemukannya minyak, yang mengubah Libya menjadi negara keempat pengekspor minyak terbesar di dunia. Tetapi, sayangnya, dengan kekayaan minyaknya, pembangunan sektor pertanian menjadi terabaikan. Akibatnya, walaupun memilki potensi kekayaan, secara ekonomi tetap Libya merupakan negara yang tidak berkembang.  Masyarakat Libya secara structural terdiri dari ikatan-ikatan keluarga, kelompok dan kesukuan. Ikatan sosialnya berdasarkan atas nilai-nilai keagamaan dan adat. Sebenarnya nilai-nilai keagamaan dan masyarakat merupakan hal yang positif untuk menata hubungan social, pembinaan moral masyarakat dan terjadinya kerja sama antara mereka. Namun lantaran pandangan keagamaan mereka sangat konservatif dan sempit, mereka sulit mengalami transformasi.

Rakyat digiring oleh pemimpin keagamaan ataupun kesukuan yang tidak mempunyai prinsip tetapi mempunyai hak penuh untuk mengendalikan masyarakat guna melayani kehendak-kehendak picik para pemimpin tersebut. Dengan demikian, sebelum revolusi, pemimpin agama berada dalam posisi yang sangat penting secara politis, saosial dan pendidikan masyarakat. Mereka memimpin perwakilan di lembaga-lembaga pemerintah sekaligus menjadi pemimpin spiritual. Karena itu tidaklah mengherankan jika symbol-simbil keagamaan memainkan peran penting dalam mengontrol dan memobilisasi massa sepanjang sejarah Libya, terutama pada masa Negara ini bebentuk kerajaan.
Selama penjajahan Italia, orang Libya asli tidak boleh mengikuti pendidikan umum yang mereka selenggarakan. Hanya ada sedikit sekolah-sekolah tersebut, bahkan setelah kemerdekaan. Itupun hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki.

Untuk melanjutkan ke jenjang universitas, mereka harus pergi keluar negeri, ke Eropa atau Mesir. Sebelum tahun 1959, di Libya hanya ada 25 orang guru dan 14 0rang sarjana. Pada tahun 1959, terdapat 31 sarjana lulusan Universitas Qar Yunus, satu-satunya universitas di Libya. Setelah tahun 1959, pendidikan di Libya, walaupun tidak ada rintangan yang serius, dimana seluruh warga Libya mendapat kesempatan yang sama untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi, jalan di tempat. Hal itu disebabkan oleh kesetiaan dan hutang budi Raja Idris terhadap tarekat-tarekat keagamaan yang mempertahankan system pendidikan tradisional, dimana merka hanya punya sedikit perhatiaan terhadap pendidikan moderen.



Biografi Muammar Qadhafi
Suku Badui mempunyai tradisi berpindah-pindah dan tidak pernah mempunyai tempat tinggal permanen. Oleh karena itu mereka bertanggung jawab atas keamanan dan pertahanan mereka sendiri; mereka tidak pernah mempercayakan hal itu pada orang lain. Mereka selalu membawa senjata dan mengawasi ke seluruh pelosok penjuru jalan. Mereka cepat pergi tidur, kecuali saat mereka kumpul bersama kelompok mereka, atau ketika berada di atas pelana. Keteguhan jiwa telah menjadi sifat mereka dan keberanian telah menjadi tabiat mereka. Kebudayaan Mesir kuno dan Mesopotamia dilahirkan disekitar sungai Nil dan dua sungai besar: Trigis dan Eufrat. Penduduknya hidup dekat Dengan padang pasir, dimana mereka diasuh oleh peradabannya sendiri.
Di padang pasir itulah Nabi Musa as. Berbicara dengan Tuhan (Allah). Di sana pula bangsa Isreal dilatih berdisiplin dan berpegang teguh pada aturan-aturan kesusilaan. Di padang pasir itu juga seorang revolusioner tertua, Nabi Eliyah, di lahirkan dan mendengarkan firman-firman Tuhan yang memerintahkannya agar melawan Raja yang tiran dan opresif. Begitu pula, Yesus mempersiapkan dan melakukan pengajaran tentang puasa dan ibadah hingga mengubah waajah sejarah Barat dilakukan dipadang pasir. Nabi Muhammad SAW. Pun berkonpemplasi  di padang pasir yang sunyi  dalam merenungkan ciptaan Tuhan dan memprihatinkan keadaan masyarakatnya. Orang-orang padang pasir selalu berpindah untuk mencari air bagi kehidupan dan ternaknya; meraka memimpikan kebun-kebun yang dibawahnya mengalir sungai-sungai yang jernih. Karakter mereka terbentuk oleh padang pasir, alam kebersahajaan yang lahir dari kehidupan yang tidak menentu; oleh keramahan yang mengharuskan mereka untuk selalu berbagi kesenangan dan kebahagiaan; dan oleh jiwa perang untuk mendapatkan harta rampasan sebagai implikasi dari kehidupan yang dipenuhi oleh rasa haus dan lapar. Padang pasir telah membentuk karakter yang keras, bebas dan tidak kenal kompromi, baik dikalangan laki-laki maupun perempuan.

Di alam seperti itulah Muammar Qadhafi dilahirkan pada tahun 1942 dari pasangan Mohammed Abdul Salam bin Hamed bin Mohammed Al-Qadhafi (yang dijuluki Abu Meniar) dan Aissha al-Qadhafi. Ia tumbuh, berimajinasi dan melakukan perenungan. Sejak masa kanak-kanak dia kelihatan berbeda dari anak-anak pada umumnya. Dia sangat serius, agak pendiam, roman mukanya keras; ia hanya menampilkan sedikit senyum saja. Ia berasal dari keluarga padang pasir, jauh dari kota dengan berbagai karakternya. Ia lebih asik memikirkan tentang satu atau berbagai hal.

Ayah Qadhafi adalah orang miskin yang hidup di tenda padang pasir. Orang tua Qadhafi menghabiskan masa kehidupannya, bahkan setelah terjadinya revoulusi, dimana pemerintah menyediakan Rumah bagi semua penduduk negeri, di tenda yang sama tempat Qadhafi dilahirkan. Hingga kini Qadhafi biasa mengunjungi tenda di padang pasir untuk mengenang tanah kelahirannya bersama saudara-saudaranya satu suku. Bapaknya memberitahukan bahwa Qadhafi sering kembali ke tenda dan tidur di kasurnya yang telah lapuk. Ia selalu bercerita tentang masa lalunya yang sukar dibayangkan bagaimana Qadhafi dapat tumbuh dewasa di padang pasir.
Walaupun buta huruf, ayah Qadhafi berkeinginan agar Qadhafi mendapatkan pendidikan khusus, mungkin karena Qadhafi adalah nak laki-laki satu-satunya; dua saudaranya perempuan.

Oleh karena itu, ayahnya mendatangkan guru agama dari kota untuk mengajar membaca Qur’an kepada Qadhafi yang baru berumur tujuh tahun bersama para sepupunya. Qadhafi tidak menyia-nyiakan gurunya; ia memperlihatkan minat yang bagus dalam belajar. Ketika berusia antara 9-10 tahun, Qadhafi dikirim untuk belajar di sekolah dasar Sirte, sekitar 30 kilo meter dari rumahnya. Karena ayahnya tidak dapat memberi bekal yang cukup, Qadhafi tidur di mesjid. Setiap hari kamis Qadhafi pulang dengan berjalan kaki untuk menikmati libur bersama orng tuanya, dan kembali lagi ke sekolah pada sore keesokan harinya. Qadhafi cukup beruntung. Karena kecerdasannya, ia dapat menamatkan sekolah dasarnya hanya selama empat tahun dari enam tahun biasanya.
Empat tahun kemudian, saat Qadhafi berumur 14 tahun, keluarga Qadhafi pindah ke Sabha, sebuah kota di provinsi Fezzan. Tujuan perpindahan ini adalah untyuk memberikan kesempatan pada Qadhafi mengikuti sekolah menengah. Sejak kecil ia suka mendengarkan cerita perjuangan rakyat melawan kolonial. Dia telah mendengarkan ratusan kali cerita dari ayahnya tentang bagaimana kakeknya terlibat dalam perjuangan melawan penjajah Italia. Ayahnya pun menderita luka di pundak kirinya ketika meletus perang dunia pertama. Setiap kali ayahnya menceritakan kisah tersebut, ia selalu bertanya: “Siapa pemimpinmu?” “Bangsa Turki” jawab sang ayah dengan sabar terhadap pertanyaan yang berulang-ulang itu.

Hal tersebut menggiring kesadaran kesadaran Qadhafi kedalam pemahaman, bahwa sebab kesengsaraan rakyatnya adalah akibat dari penjajahan dan dominasi bangsa Asing. Dia sering tertidur dan bermimpi mempunyai petualangan  baru, yang di situ tercipta model perjuangan baru melawan kolonial dengan sebuah revolusi  atau bentuk kemerdekaan lainnya. Muammar muda sangat terpesona oleh keberhasilan revolusi di Mesir pada tahun 1952 dan perjuangan bangsa Aljazair melawan penjaajah Prancis. Dari situlah datangnya inspirasi ide-ide politik dan perjuangannya, yang kemudian mengalami penajaman.

Semasa mudanya, Qadhafi sangat memukau teman-teman belajarnya di sekolah menengah Sabha. Kekaguman mereka terutama pada kemahirannya berbicara masalah politik atau pidatonya. Ia selalu menggunakan isu-isu politik atau peristiwa aktual untuk menggerakkan demonstrasi, semisal Revolusi Aljazair, percobaan bom atom yang dilakukan Prancis di Sahara, kematian Patrice Lumumba, dan bubarnya hubungan persatuan Syiria Mesir pada tahun 1961, dan lain-lain.
Pada tahun ketiga di Sabha, ia diusir dari sekolah, karena ia dianggap sebagai orang yang berbahaya dan agitator poltik. Di Sabha, Qadhafi membentuk sebuah kelompok diskusi kecil, dimana ia dapat menyampaikan dan menanamkan ide-ide politik pada teman-temannya. Di antara mereka adalah  Abd Al-Salam Al-Jalloud, orang yang setia menghantarkan Kolonel Qadhafi pada Qarir politiknya.
Pada tahun 1961 Qadhafi pindah ke Misrata, sebuah kota dekat Tripoli, di sana ia dapat menyelesaikan sekolah menengahnya dua tahun kemudian.

Di misratalah ia membentuk gerakan politik rakyat yang efektif menuju revolusi. Gerakan tersebut dari para pekerja, pembantu rumah tangga, guru, dan para profesional dari berbagai macam kelompok. Gerakan ini tidak terikat pada salah satu partai politik atau ideologi tertentu. Gerakan ini murni gerakan rakyat Libya dengan karakter dan tujuan yang khas: menyerukan persatuan Arab. Persatuan Arab merupakan impian Qadhafi sepanjang hidupnya. Untuk tujuan itu, ia mengerahkan seluruh tenaganya, sebagaimana yang ia lakukan dalam beerdemonstrasi selama sekolah.
Di Misrata, Qadhafi menyadari bahwa hanya ada satu cara untuk membebaskan rakyat dari segala bentuk eksploitasi eksternal dan korupsi internal, yakni dengan sebuah revolusi menggusur rezim Raja Idris dan mereorganisasi masyarakat kedalam prinsip-prinsip keadilan, persamaan dan pemerataan kesejahteraan.

Kemudian ia menganjurkan rekan-rekan dekatnya yang terpelajar untuk memasuki militer, dengan tujuan membentuk suatu kelompok kecil dengan korps yang dipimpin oleh beberapa perwira. Untuk kelompok yang penting inilah para perwira diarahkan. Mereka berpegang teguh pada persatuan Arab dan pembebasan bangsa Libya dan seluruh bangsa Arab. Qadhafi sendiri memasuki militer pada tahun 1963 di Benghazi. Di sana ia membentuk gerakan dari perwira-perwira tersebut beberapa tahun kemudian. Gerakan revolusioner pertama dimulai di Sabha di antara para pelajar. Pada tahun 1964 sebuah sentral komite menyusun dan membentuk secara eksklusif personal militer. Sementara itu, kepanitiaan kecil pun dibentuk di basis masa yang terpisah yang terpisah sama sekali dari gerakan perkumpulan para perwira, mereka bertugas untuk membentuk kepanitiaan pusat. Aksioma yang dipegang teguh dalam gerakan ini adalah bebas dari ikatan partai politik.

Hal itu menjadikan karakternya lebih fleksibel dan lebih luas rung lingkup gerakannya. Selain itu, hal itu juga dapat menghindari biaya yang tidak perlu dari pembentukan suatu kelompok dan terhindar dari segala bentuk perselisihan. Karakteristik tersebut menjadikan gerakan ini lebih aman dari penangkapan, dan menghalangi pemerintah untuk dapat menemukan tujuan utamanya.


Kamal Attaturk

(Pengusung Sekulerisme dan Penghancur Khalifah Islamiah)
Siapa sejatinya sosok ini? Siapakah laki-laki yang memiliki rambut kuning seperti rambut jagung, dua mata biru seperti langit, alis mata yang tebal terurai di ujungnya, dan bibir tipis laksana mata pisau, muka oval, jidat lebar, dagu berbentuk persegi, dan memiliki rambut panjang terurai ke arah belakang itu? Siapakah laki-laki yang tidak menyerupai sama sekali satu kabilah pun dari bangsa Turki ini?

Laki-laki [yang ketika itu] berusia 39 tahun dan menjadi salah seorang dari anggota keluarga kerajaan Utsmaniyyah ini, meskipun umurnya masih relatif muda, ia telah menjadi pemimpin pasukan pada saat-saat yang penuh dengan tragedi memiluikan selam Perang Dunia Pertama. Ia berasal dari wilayah Salanik, yaitu belahan lain dari negeri Turki, tepatnya wilayah Rumli yang jauh berbeda dengan Turki Anadhol yang sangat terjaga kondisinya, baaik dari segi materi maupun spiritual. Kondisi di wilayah Rumli kala itu diibaratkan seperti air di dalam panci yang tengah direbus dan mendidih, dibawah pengaruh buruk, serta pengaruh dunia luar yang berhaluan bebas.

Lalu, apa makna dari semua openjelasan tersebut? Apakah mereka yang berada di belahan lain merupakan orang Turki asli, meskipun terdapat banyak perbedaan dari segala seginya? Bahkan terkadang dalam beberapa hal mereka [yang berasal dari belahan lain Turki itu] lebih unggul dibanding penduduk Turki Anadhol. Jadi, apakah laki-laki ini merupakan bagian dari mereka (penduduk Turki)?

Atau apakah laki-laki ini termasuk dalam komunitas masyarakat Turki secara umum? Tidak ada seorang pun yang bisa menganggapnya demikian atau menetapkan sebaliknya. Namun, mungkin bisa kita katakan di sini dengan penuh keyakinan dan dengan penelitian yang telah dilakukan secara ilmiah bahwa mustahil untuk memperoleh contoh lain  yang terkumpul pada dirinya tentang keturkiannya dari morfologi (tata bahasa dan struktur tubuh, Ed.), maupun dari segi karakteristik keluarga yang dimilikinya.

Ia dilahirkan pada tahun 1980 dari seorang wanita yang bernama Zubaidah [meski ada pendapat ia dilahirkan pada tahun 1981. Akan tetapi berdasarkan bukti akte kelahiran yang ada, ia dilahirkan pada tahun 1926 H atau bertepatan dengan tahun 1880 M]. Sebagaimana bukti yang didapat secara tertulis bahwa sosok Zubaidah pada saat yang bersamaan merupakan seorang wanita cantik yang baru menginjak usia 20 tahu. Adapun mengenai siapa ayahnya, terdapat banyak penuturan siapa sebenarnya ayah Musthafa Kamal. Ada yang menyebut bahwa ayahnya  adalah seorang berkebangsaan Serbia. Yang lain menyebut seorang Bulgaria dan menduga bahwa ibunya adalah [mantan] kekasihnya.

Sedangkan pernyataan terbaru keluaran Larus (nama salah satu Perpustakaan Nasional di Perancis yang cukup terkenal [pada sekitar abad ke-20]) menyebutkan bahwa ayah Mustafa Kamal justru berasal dari Bermak. Adapun penduduk Tasaliya menyebutkan bahwa ibu Musthafa Kamal bekerja disebuah tempat pelacuran di Salanik. Pada suatu hari salah seorang pemuda yang terkenal di kota Bani Syahr yang bernama Abdusy Agha datang ketempat tersebut. Ketika melihat kecantikan ibu Musthafa Kamal, ia tertarik, lalu membawa Zubaidah ke kotanya. Di sinilah lahir Musthafa Kamal sebagai “anak hasil hubungan tanpa status”. Ketika Musthafa Kamal berusia lima tahun, Abdusy Agha meninggal dunia sehingga ibunya pulang ke Salanik bersama sang anak. Ketika berusia 12 tahun, ia mencoba kembali pulang ke kota ayahnya untuk meminta hak waris, namun mereka menolaknya dengan mengatakan ia adalah anak hasil hubungan tanpa status pernikahan yang sah. Tibalah waktu dimana Musthafa Kamal harus masuk sekolah.

Pada waktu inilah, ibunya menikah dengan salah seorang penjaga gudang yang bernama Ali Ridha. Anehnya, Musthafa Kamal sering menyebut-nyebut perihal seputar ibunya, namun ia tidak pernah menyebut soal ayahnya sama sekali.
Kesimpulannya, banyak catatan yang memuat seputar masalah ini. Namun demikian, manakah di antaranya yang benar? Sebab, banyaknya catatan mengenai sesuatu menandakan sesuatu itu tidak diketahui secara pasti. Karena itu, jika banyak pandangan dan pendapat tentang suatu tema dari tema-tema seputar ilmu pengetahuan, kesenian, atau sejarah, berarti tema tersebut tidak diketahui atau belum jelas kondisinya.

Sekali lagi, ini menunjukkan bila Musthafa Kamal bukanlah anak hasil hubungan tanpa status, paling tidak, ayahnya tidak dikenal. Menurut penelitian penulis; “Dhabith Tarki Sabiq” (yang menulis buku “Kamal Attaturk” ‘Pengusung Sekulerisme dan Penghancur Khalifah Islamia’), bahwa Ali Ridha Afandi adalah suami sah Ibunya (Zubaidah).


Kemungkinan Musthafa Kamal merupakan keturunan asli Turki tidak lebih dari  50%. Sedangkan kemungkinan bahwa ia bukan anak  biologis dari laki-laki yang mereka ajukan sebagai ayahnya 9Ali Ridha) lebih dari 90%. Disamping itu, ia selalu membawa nama “Attaturk” yang berati “ayah Turki”, seperti juga ia sering mengatakan, “Alangkah bahagianya aku jika ada orang yang mengatakan bahwa aku ini seorang keturunan Turki”.
Setelah kematian Ali Ridha Afandi, Musthafa Kamal pergi bersama ibunya, Zubaidah, menuju kawasan pertanian di ujung Langkah, yaitu tempat yang memungkinkan bagi ibunya telah mengandungnya disana. Di kawasan pertanian ini, Musthfa Kamal diasyh oleh pamannya Husain Agha, seorang penanggung jawab ladang pertanian. Di tempat inilah Musthafa Kamal menghabiskan masa-masa kecilnya. Husain Agha memberikan pekerjaan untuk Musthafa Kamal di ladang, di samping juga menjaga sawah dari gangguan burung.
Pada akhirnya, bibinyalah yang mengurus dan mengasuh keduanya sampai mengirim Musthafa ke Salanik untuk menyelesainkan pendidikan kemiliterannya. Musthafa kamal pun masuk sekolah kerajaan, kemudian ke Sekolah Militer Rusydiah. Di Sekolah Militer Rusydiah, Musthafa dipanggil dengan nama Musthafa Kamal. Padahal pada awalnya ia hanya dipanggil dengan nama Muthafa saja. Perubahan nama ini berlaku saat guru matematikanya yang bernama Kamal Afandi pada suatu hari memanggilnya seraya berkata, “Nama kita sama-sama mengandung makna yang sempurna. Oleh karena itu, aku akan tambahkan kata ‘Kamal’ di akhir nama mu. Jadilah engkau ‘Musthafa Kamal’.” Sejak ahri itu, nama Muthafa bertambah menjadi Musthafa Kamal.
Di usianya yang ke 15 tahun, Musthafa Kamal berhasil menyelesaikan pelajaran di Sekolah Militer Rusydiah. Kemudian ia meneruskan ke tingkat lanjutan kemiliteran di wilayah Manastar. Pada saat Musthafa Kamal melanjutkan sekolahnya, Zubaidah, ibu Musthafa yang telah menjada di usia muda dan ketika itu berusia 35 yahun, menikah kembali dengan salah seorang pegawai pemerintah tanpa memberitahukan pernikahannya itu kepada seorang pun dari kedua anaknya.
Mengetahui pernikahan yang telah dilakukan oleh ibunya,  Musthafa Kamal sangat marah dan pergi meninggalkan rumah ketempat kakak dari Ali Ridha Afandi. Dari kejadian ini, hubungan Musthafa Kamal dengan ibunya semakin jauh dan ia pun jarang mengunjungi nibunya, dalam rentang waktu yang sangat lama.


Ketika belajar di Sekolah Menengah Militer, Musthafa Kamal sangat menyukai bidang adab dan syair. Kesukaan ini menular dari seorang kawannya di sekolah itu yang bernama ‘Umar Naji’, yang kemudian menjadi salah seorang orator partai al-Ittihad wa at-Taraqqi (Persatuan dan Pembangunan) di Turki yang sangat dikenal.
Pada usia 18-19 tahun, Musthafa Kamal datang ke Istambul untuk memasuki Sekolah Latihan Perang (Akademi Militer).


Sumber:
Dari Sebuah Buku (Maaf, sudah lupa judul bukunya)








Tidak ada komentar:

Posting Komentar