Sabtu, 06 Oktober 2012

GURU





Guru adalah  Pahlawan Tanpa Tanda Jasa. Itulah slogan yang sering kita dengar mengenai sesosok manusia yang bernama “guru”. Kenapa dibilang pahlawan tanpa tanda jasa? Mungkin karena setiap individu yang menjadi “orang” di negeri ini, baik petani, pengusaha, pejabat, TNI/POLRI, menteri, dan Presiden sekalipun tidak terlepas dari jasa-jasa guru yang telah mendidiknya menjadi “orang”. Dan jasa-jasa mereka (para guru) tidak ada seorangpun yang sanggup membalasnya. Jaman sekarang banyak sekali orang berlomba-lomba untuk menjadi guru. Karena mungkin berpikir begini, masuk sekolah keguruan atau FKIP adalah peluang untuk mudah mendapat kerja. Ya, itu benar. Penulis juga setuju akan hal itu, peluang yang mudah mendapat kerja di Aceh atau di Indonesia ini salah satunya adalah bidang keguruan. Tapi penulis rasa perlu juga kita pertanyakan, apakah sebagian dari mereka yang ingin menjadi guru sekarang benar-benar ingin menjadi Pahlawan Tanpa Tanda Jasa? Dan tulus ikhlas mengabdi demi kecerdasan bangsa? Karena penulis lihat, sebagian calon-calon guru sekarang ingin menjadi guru semata-mata hanya ingin mudah mendapat kerja. Bukan berdasarkan minat atau jiwanya, sehingga bisa bertentangan antara minat (bakat) dengan kenyataan (jurusan guru) yang diambilnya.

Bahkan, sebagian calon guru kurang memiliki dasar jiwa mendidik dan menstrasfer ilmu yang mereka miliki kepada orang lain (peserta didik), karena ilmu yang mereka cari adalah semata-mata hanya untuk mudah mencari/mendapatkan pekerjaan. Akibat dari itu, sedikit banyak diantara guru-guru sekarang tidak bisa mengelola dan menghadapi tingkah laku anak-anak (murid)  di ruangan, sehingga terjadilah hal-hal diluar batas kewajaran (kekerasan) terhadap murid.selain itu,  proses menjadi guru sekarang ada gampang-gampangnya juga, yang penting ada ijazah D1 atau S1, tapi berbeda dengan gampang jaman dahulu kala beberapa puluh tahun yang lalu. Dulu orang menjadi guru karena memang sangat dibutuhkan dan kurangnya tenaga pengajar. Jadi, dahulu orang sangat gampang menjadi guru asal ada kemauan, sakarang juga gampang tapi dengan berlaku curang alias sogok.
 
Kita semua tentunya heran kenapa budaya curang di Aceh khususnya dan di Indonesia umumnya, sebagian orang (calon guru) sekarang rela “menyedekahkan” uangnya puluhan juta hanya karena ingin diangkat oleh pemerintah untuk menjadi seorang guru. Yang labih menyedihkan lagi jika sang-“penyedekah” itu hanya bermodal (maaf) D2. Berapalah gaji yang mereka dapatkan dengan modal ijazah D2 apabila dibandingkan dengan “sedekah” yang mereka berikan kepada sang-“penerima sedekah”. Maaf, penulis tidak bermaksud menyudutkan teman-teman kita yang berijazah D2, toh ijazah D2 sekarang setau penulis juga tidak berlaku lagi untuk tes PNS. Tapi maksud penulis adalah sungguh sangat kita sayangkan jika sang-penyedekah itu hanya bermodal ijazah D2, karena merugikan dirinya sendiri selain pangkatnya rendah juga pendapatannya kecil.
 
Itulah seperti penulis katakana tadi, sebagian kecil calon pendidik sekarang ingin menjadi pendidik semata-mata bukan karena dorongan jiwanya dalam menstransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik, tapi semaata-mata hanya karena ingin mudah mendapatkan sebuah pekerjaan, meskipun pekerjaan itu (menjadi guru) bertentangan dengan hati nuraninya.

1 komentar: